![]() |
| Puisi Takdir |
Puisi berjudul “Takdir” adalah potret keheningan seorang manusia yang sedang menanti akhir hidupnya di tengah kesepian alam. Suasana bukit yang sunyi, angin yang berdesir, hingga suara baling-baling tua menjadi metafora dari waktu yang berjalan lambat, menuju pertemuan terakhir dengan takdir.
Puisi ini menyentuh tema spiritual, kematian, dan kepasrahan. Menggambarkan bagaimana seorang manusia tak bisa lari dari takdir, sekeras apapun ia mencoba. Justru dalam ketenangan dan penerimaan, sang tokoh dalam puisi ini menemukan kedamaian untuk menunggu sang pencabut nyawa.
Puisi: Takdir
Takdir
Dibukit ku duduk
Sendiri tiada jiwa yang menemani
Angin berdesir menyentuh kulit
Ku tatap langit mendung
Suara baling-baling kayu tua menemaniku
Berdecit di kesunyian
Dengan ilalang yang bergoyang
Rasa gelisah datang dihatiku
Tak terasa air mata jatuh dipipi
Mengapa diriku menangis?
Malaikat seperti berbisik "telah tiba"
Ini adalah takdir
Takdir akan menjemputku
Ku berlari entah kemana
Tapi takdir tetap ada
Ku berhenti
karna percuma
Ku duduk kembali
Untuk menunggu..
Menunggu sang pencabut nyawa.
Makna dan Refleksi
Melalui bait-bait sederhana namun kuat, puisi ini menegaskan bahwa takdir—terutama kematian—bukan sesuatu yang bisa dihindari. Ia datang kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Penulis menggambarkannya bukan dengan ketakutan yang histeris, tapi dengan keheningan dan penerimaan.
Simbol-simbol seperti “baling-baling kayu”, “langit mendung”, dan “ilalang” menambah atmosfer tenang sekaligus muram dalam perjalanan menuju akhir. Tokoh dalam puisi ini tidak lagi memberontak, hanya mencoba meredakan kegelisahan dalam penantian.
Penutup
Puisi Takdir mengajak kita untuk merefleksikan kehidupan dan kematian sebagai bagian dari rencana besar yang tak selalu dapat kita pahami. Kesendirian di bukit, suara alam yang sunyi, hingga lirihnya bisikan malaikat merupakan lambang bahwa terkadang, keheningan adalah tempat terbaik untuk berdialog dengan diri sendiri dan menerima kenyataan hidup.
Takdir mungkin tidak selalu indah, tapi dengan ketenangan hati dan keberanian untuk menerima, kita bisa menjalaninya dengan damai.
Credit
Judul puisi: Takdir
Tema puisi: Kematian, Takdir, Kepasrahan
Penulis asli: NN
Jenis puisi: Puisi reflektif spiritual
Puisi ini menggambarkan kesadaran manusia akan kematian sebagai takdir yang tidak bisa dielakkan, disampaikan dalam nuansa tenang dan penuh penyerahan.
