Apa Masih Bisa?
Chapter 2 - Kembali dari Koma
Damar terbangun di ruang rumah sakit, tubuhnya terasa kaku dan lemas. Matanya perlahan terbuka, dan di sana, di samping tempat tidurnya, ada seseorang yang tampak familiar—Rina. Gadis itu, yang dulu pernah menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk dengan wajah penuh kekhawatiran. Rina tampak lebih dewasa, lebih matang, tapi Damar bisa melihat kehangatan yang sama di matanya, yang dulu sering ia lihat saat mereka bermain bersama di halaman rumahnya.
"Rina?" suara Damar tercekat. Ia masih tidak bisa sepenuhnya mempercayai apa yang dilihatnya. Rina menatapnya, matanya berkaca-kaca, seolah tak percaya bahwa ia akhirnya bisa melihat Damar kembali, setelah sekian lama.
"Ya, Damar... kamu sudah sadar," jawab Rina dengan suara gemetar. "Aku... aku mencarimu. Setelah mendengar kabar kecelakaanmu, aku langsung kembali ke sini, ke kota kita. Aku tak bisa membiarkanmu sendirian."
Damar menatapnya dalam diam. Benarkah ini nyata? Atau hanya mimpi yang datang karena kecelakaan ini? Hatinya berdebar, ada harapan baru yang muncul—harapan yang telah lama terkubur.
Rina melanjutkan ceritanya, mengatakan bahwa setelah ia lulus dan mulai bekerja di kota lain, ia selalu merasa ada sesuatu yang hilang. Damar, meskipun jauh, selalu ada dalam ingatannya. Ia mencoba melanjutkan hidup, tetapi tak bisa menyingkirkan kenangan mereka. Ketika ia mendengar kabar kecelakaan Damar, ia merasa dunia berhenti. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk kembali, mencari Damar, dan memastikan ia tak sendirian.
"Rina, aku... aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya... aku merasa seperti kita kehilangan waktu begitu lama," kata Damar, suara serak. "Aku mencintaimu, Rina. Aku selalu mencintaimu."
Rina menundukkan kepala, air mata mengalir di pipinya. "Aku juga, Damar. Aku juga mencintaimu. Tapi aku... aku tak tahu apakah masih ada kesempatan bagi kita."
Damar menggenggam tangan Rina, menguatkan dirinya. "Kita akan mencari jalan bersama. Kita mulai dari sini, dari sekarang."
Namun, saat Damar merasa harapan itu muncul kembali, sebuah perasaan aneh mulai muncul di hatinya. Sesuatu yang terasa tidak tepat. Di luar kesadaran, ada rasa cemas yang membayangi pikirannya. Apakah ini semua hanya mimpi? Ataukah kenyataan yang tak sepenuhnya dia pahami?
