Cerbung: Apa Masih Bisa? | Chapter 3 END

Apa Masih Bisa?

Chapter 3 - Mimpi yang Tak Pernah Menjadi Kenyataan


Hari-hari di rumah sakit menjadi satu-satunya tempat di mana Damar merasa nyaman. Rina, meskipun tak bisa terus berada di sampingnya karena pekerjaan yang menanti di kota, tetap menjaga komunikasi. Setiap kali Damar merasa lemah atau kesepian, Rina selalu ada, memberikan kata-kata penyemangat, bahkan kadang datang langsung untuk merawatnya. Namun, seiring berjalannya waktu, ada sesuatu yang mengganjal di hati Damar. Semakin banyak waktu yang ia habiskan untuk berpikir, semakin ia merasa bahwa ada yang tidak beres.

Suatu pagi, saat Damar terbangun setelah tidur panjang, ia merasa pusing. Sebuah perasaan aneh menyelimuti hatinya, seolah ada yang hilang. Ia bertanya-tanya mengapa Rina tidak datang hari itu, padahal sudah lama mereka berkomunikasi setiap hari. Mengingat semua kenangan mereka yang tertinggal di masa lalu, Damar merasa bingung. Lalu, ketika ia mencoba untuk bangun dan melihat keluar jendela, ia melihat seorang perawat yang tampaknya mengarah padanya.

Perawat itu datang dengan wajah serius, dan tiba-tiba mengungkapkan sebuah kenyataan yang membuat dunia Damar terasa runtuh. "Kami minta maaf, Damar," kata perawat itu dengan suara rendah, "Rina... Rina tidak pernah datang ke sini. Kami tidak tahu bagaimana kamu bisa merasa dia ada di sini."

Damar terdiam, darahnya serasa membeku. "Apa maksudnya?" tanyanya dengan suara gemetar, hampir tak percaya.

Perawat itu duduk di samping tempat tidur Damar dan menjelaskan bahwa selama Damar koma, tidak ada seorang pun yang datang ke rumah sakit untuk merawatnya selain para perawat dan dokter. Rina, yang ia yakini selalu berada di sampingnya, sebenarnya hanya ada dalam pikirannya. Rina telah lama pindah ke kota lain, dan dia tidak pernah kembali. Semua kenangan tentang Rina yang dirasakan Damar dalam keadaan koma—semua itu adalah ilusi. Perasaan cintanya, kebersamaan mereka, semuanya hanyalah sebuah mimpi yang ia ciptakan dalam ketidaksadaran.

Damar merasa tubuhnya lemas, dunia seakan berputar dan runtuh di hadapannya. Ia tertunduk, mencoba memahami kenyataan yang baru saja ia dengar. Semuanya adalah mimpi. Rina tidak pernah kembali, dan ia hanya menyadari hal itu setelah begitu banyak waktu terbuang.

Setelah beberapa hari yang penuh kesunyian, Damar akhirnya keluar dari rumah sakit. Ia kembali ke rumah orangtuanya, tetapi ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Cinta yang dulu begitu membara kini terpendam dalam kesedihan yang mendalam. Rina, yang ia harapkan datang untuk menyembuhkannya, ternyata hanya ada dalam ilusi, dalam sebuah dunia yang ia ciptakan untuk melarikan diri dari kenyataan pahit.

Tahun-tahun berlalu, dan Damar tetap hidup dengan kenangan itu—kenangan tentang seorang gadis kecil yang ia cintai, yang kini hanya ada dalam ingatannya. Meski ia berusaha untuk melupakan, setiap kali ia memandang ke langit malam atau mendengar angin berbisik di pepohonan, ia selalu teringat pada Rina. Namun, seiring waktu, rasa itu semakin pudar, tertutupi oleh kenyataan hidup yang semakin menuntutnya untuk bertahan.

Damar memutuskan untuk tidak menikah. Ia merasa bahwa tak ada lagi yang bisa menggantikan Rina, dan ia lebih memilih hidup sendiri, mengingat cinta yang tak pernah terbalas, yang akhirnya hanya menjadi kenangan belaka.

"Apa masih bisa?" ia sering bertanya pada dirinya sendiri, merenung dalam kesendirian. Tetapi jawabannya selalu sama—tidak ada yang bisa kembali. Cinta itu hilang, dan yang tersisa hanya bayang-bayang masa lalu yang tak bisa ia raih.

Damar menjalani hidupnya dengan kesepian, menerima kenyataan bahwa beberapa cinta memang tidak pernah bisa menjadi nyata, apalagi jika itu hanya ada dalam mimpi.

END ~


0 Komentar

About the author

Khai
Haloooooooooooo aku khai

Posting Komentar